Menakar Kebermanfaatan Siaran Digital


Melakukan transisi dari sistem  penyiaran analog ke sistem penyiaran digital merupakan sebuah keniscayaan. cita-cita mulia penyiaran  berupa diversity of content dan diversity of ownership akan mudah terwujud melalui system penyiaran digital.

Sesunggunghnya, digitalisasi penyiaran lahir dari tuntutan perkembangan teknologi yang semakin hari semakin berkembang, ditambah dengan kelangkaan frekwensi sebagai sumber daya alam terbatas yang dikelola oleh negara. Hadirnyanya penyiaran digital ini membawa angin segar terhadap efisiensi penggunaan frekwensi untuk penyiaran. hal ini berbanding terbalik dengan system analog yang boros dalam penggunaan frekwensi.

Penyiaran digital lahir dari kesepatakan negara-negara di dunia yang tergabung dalam konferensi International Tellecommunication Union (ITU) Tahun 2006. Hasil dari kesepakannya tersebut dengan sebutan dokumen ‘Geneva 2006 (GE-06) Agreement’. Kesepakatan Geneva 2006 (GE-06) ini menetapkan tanggal 17 Juni 2015 merupakan batas akhir seluruh negara di dunia untuk melakukan migrasi teknologi dari analog ke digital, dan tahun 2020 bagi beberapa negara berkembang.

Mayoritas negara di dunia sudah bermigrasi dan menikmati manfaat dari penyiaran digital. Amerika bermigrasi ditahun 2009, Jepang (2011), United Kingdom, Korea dan China (2012), Brunei Darussalam, Singapura (2015), Malaysia (2019), Thailand, Myanmar dan Viet Nam (2020).

Indonesia Menuju Digital Switch Over

Dalam kontek Indonesia, proses migrasi teknologi analog ke digital dilakukan secara bertahap. Pada awalnya ditargetkan berakhir di tahun 2018, kemudian diubah menjadi tahun 2020, bergeser ke tahun 2023, dan muncul lagi wancana di tahun 2024 dan finalnya ketika Undang-Undang Cipta Kerja mengamanahkan Pada pasal 60 A yang memberikan deadline untuk Analog Switch-Off harus terselenggara sebelum tanggal 2 November 2022. Jika proses transisi ini berjalan mulus, maka Indonesia ditahun 2022 baru secara nasional menikmati penyiaran digital teresterial, dan fakta ini menunjukan betapa tertinggalnya Indonesia dibdaningkan dengan negara-negara lain yang sudah lama menikmati penyiaran digital. Fakta yang menyedihkan adalah, ketika Indonesia tahun 2022 baru on digital, Seorang peneliti Inggris bernama Lamy (2014) memprediksi tahun 2030 penyiaran digital akan mati. Artinya tinggal Sembilan tahun lagi untuk menikmati penyiaran digital di Indonesia.

Penelitian saya di tahun 2019 lalu “Peluang dan Tantangan Digitalisasi Penyiaran di Indoensia” drama tarik-ulur proses migrasi penyiaran digital di Indonesia disebabkan oleh beberapa factor (1) Belum adanya Regulasi yang mumpuni waktu itu (2) Existing Merasa Enggan untuk Bermigrasi (3) Perkara Set Top Box (4) Budaya Masyarakat (5) Perkembangan teknologi (6) Ketersediaan infrastruktur.

Manfaat Penyiaran Digital

Penyiaran digital menghadirkan beragam keuntungan baik untuk negara, masyarakat dan Industri penyiaran. Pertama, Negara akan mendapatkan keuntungan dari migrasi penyiaran digital berupa peluang pendapatan pajak dan PNPB mencapai USD 5,5 Miliar atau setara dengan Rp 77 Triliun dan peningkatan PDB mencapai USD 31.7 Milliar atau setara dengan Rp 443.8 Triliun. Selain pendapatan, migrasi digital juga berdampak Penambahan kegiatan usaha baru sebanyak 181.000 Usaha dan penambahan lapangan pekerjaan baru sebanyak 232.000 Lapangan Kerja Baru (Boston, 2017). Selama migrasi belum terealisasi maka negara mengalami kerugian potensi PNBP dan PDB setiap tahunnya.

Kedua, Masyarakat mendapatkan keuntungan dari bermigrasi kepenyiaran digital diantaranya adalah; (1) pilihan program dan layanan yang lebih luas (termasuk saluran tambahan, penawaran HD, radio, layanan data, program berbayar), (2) Kualitas lebih baik, sehingga kecil kemungkinannya mengalami gangguan sinyal dan masalah dengan kualitas gambar dan suara. (3) Interaktivitas, dimana digitalisasi penyiaran menawarkan berbagai aplikasi interaktif (game, teleteks), antarmuka yang lebih ramah pengguna, dan personalisasi yang lebih baik (misalnya kemampuan mosaik/multilayar, subtitel multibahasa, deskripsi audio), (4) menawarkan kenyamanan berupa layanan video-on-demand/catch-up yang memungkinkan pemirsa untuk menonton program pada waktu yang mereka pilih (5) menawarkan Parental lock setting (Pengaturan kunci orang tua) memberi orang tua dan/atau wali kendali yang lebih besar atas apa yang ditonton anak-anak mereka di televisi melalui klasifikasi program atau saluran penuh.

Ketiga, Industri penyiaran mendapatkan keuntungan dari migrasi ke penyiaran digital berupa (1) efisiensi. Setiap pemancaran siaran televisi membutuhkan lebar pita frekuensi sebesar 8 Mhz. Dengan menggunakan modulasi digital, pita frekuensi 8 Mhz dapat digunakan untuk memancarkan sekaligus 5 siaran TV dengan kualitas gambar high definition (HD) atau 13 siaran TV dengan kualitas gambar standard definition (SD). Sehingga, penggunaan frekuensi siaran analog dibandingkan siaran digital adalah minimal 1:5 dan maksimal 1:13. Migrasi juga  bisa menghemat biaya listrik sampai pada angka 94 persen, menurunkan biaya modal sampai pada angka 79 persen dan biaya operasional sebanyak 57 persen dibanding tetap pakai pemancar analog (Kominfo, 2017), (2) Peningkatan kualitas dan ketahanan sinyal (3) Konsumsi energi dan biaya perawatan yang lebih rendah, (4) Fleksibilitas dan penggunaan infrastruktur yang lebih efisien dan penyiaran digital akan memungkinkan penerapan jaringan frekuensi tunggal (SFN).  

Migrasi untuk Digital Dividend

Digital Dividend dipahami sebagai kesedian spektrum frekuensi radio akibat dari peralihan sistem penyiaran analog ke sistem penyiaran digital. spektrum ini dapat digunakan untuk aplikasi teknologi informasi dan komunikasi yang dikelola oleh negara. TV Teresterial existing hari ini membutuhkan frekwensi sebanyak 192 MHz untuk bermigrasi dan menyisakan (digital dividend) sebanyak 112 MHz. Merujuk kepada Draft Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran versi tahun 2017, Frekwensi sebanyak 112 MHz ini dipergunakan untuk: (1) penanggulangan kebencanaan atau dikenal dengan istilah Public protection and disaster relief (PPDR), (2) Pengembangan Pendidikan, (3) Peningkatan Kualitas Kesehatan Masyarakat, (4) Peningkatan Kemampuan Pertahanan dan Keamanan, (5) Penigkatan Pelayanan Publik, (6) Peningkatan Kualitas Data Kependudukan, dan (7) Cadangan antisipasi Perkembangan Teknologi masa depan.

Pemerintah Indonesia sudah bersungguh-sungguh untuk mewujudkan siaran digital untuk masyarakat. Negara, masyarakat dan stakeholder penyiaran harus berpangku tangan untuk menghadirkan siaran berkualitas melalui system penyiaran digital bagi rakyat Indonesia. Amanah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi dasar hukum berakhirnya romantisme siaran analog yang sudah bertahan lebih dari setengah abad. Semoga pada 2 November 2022 nanti akan menjadi lembaran baru bagi landscape penyiaran di tanah air.

Assyari Abdullah, S.Sos., M.I.Kom.

Dosen Komunikasi UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Komunikasi Batik: dari Indonesia untuk Dunia


indonesia-batik-textile-sampleSumber foto : www.pitara.com

Melalui lini massa ini Indonesia ingin mengkomunikasikan dengan dunia bahwa kami adalah bangsa yang memiliki peradaban tinggi, menjunjung tinggi perbedaan, salaing menghargai, hidup rukun dan damai dengan berbagai bentuk keyakinan, agama, suku dan budaya.  

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar baik secara territorial maupun non territorial. Bonus demografi ini menjadi perajut persatuan, kesatuan dan keutuhan bangsa untuk melahirkan bangsa pemenang dan tentunya akan terukir di lembar sejarah sebagai bangsa yang memiliki kebudayaan dan peradaban yang tinggi. Kondisi Ini cukup beralasan menjadi modal oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai pemilik saham seratus persen Indonesia untuk mewujudkan Indonesia sebagai Bangsa sejahtera sebagaimana digambarkan dalam Bukunya Plato seorang Filsafat Yunani (427-347 SM)  yang berjudul Critias dan Timaeus. Plato berbicara tentang konsep kehidupan yang paripurna, damai, sejahtera, aman dan sentosa bagi semua rakyatnya dan Pluto pun menamakan dengan masyarakat atlantis.

Bahkan menurut pendapat Profesor Arysio Santos dalam bukunya Atlantis, The Lost Continent Finally Found yang merupakan  geolog dan fisikawan nuklir dari Brazil, menyatakan bahwa Benua Atlantis yang senantiasa menjadi pembicaraan hangat dunia semenjak diungkapkan oleh Plato, ternyata terletak di Indonesia dan region sekitarnya,  Hal ini didasarkan pada penelitian beliau selama tiga puluh tahun, membuat peta bawah laut, mengkaji mitologi, arkeologi, dan sebagainya.

Memasuki Bulan oktober sebagai rutinitas tahunan, Indonesia disuguhkan oleh deretan fakta sejarah, diantaranya adalah peringatan hari kesakstian pancasila dan Hari Batik Nasional yang jatuh pada tanggal dua Oktober setiap tahunnya.

Berbicara Batik tentunya sangat menarik untuk didiskusikan dan tidak akan pernah usang untuk diperbincangkan. Batik sesungguhnya sudah menjadi kesatuan yang utuh dari kehidupan masyarakat Indonesia hari ini. Batik merefresentasikan multikulutralisme yang ada di Indonesia. Batik menjadi kebanggaan tersendiri bagi seluruh masyarakat Indonesia,  baik dalam hal digunakan untuk pakaian dan sekarang sudah bermetamarfosis keberbagai sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia dalam wujud tas, selendang, cover buku, wallpaper rumah dan perkantoran, stiker mobil, softcase Handphone dan dalam bentuk lainnya.

Batik di pakai oleh penduduk Indonesia dari pekara kegiatan tradisional sampaikan kepada fashion. Dalam aktivitas sehari-hari pemakaian batik mulai dari kain yang digunakan untuk menggendong bayi dengan menggunakain kain batik bercorak simbol yang membawa keberuntungan. Selain itu, pakaian dengan corak sehari-hari juga dipakai secara rutin dalam kegiatan bisnis dan akademis. Sementara berbagai corak lainnya dipakai dalam upacara pernikahan, kehamilan, juga dalam wayang, kebutuhan non-sandang dan berbagai penampilan kesenian. Kain batik bahkan memainkan peran utama dalam ritual tertentu.

Menggunakan batik menjadi kebanggan bagi segenap bangsa Indonesia layaknya seperti Bangsa Erofa dan Amarika bangga menggunakan jas dan dasi atau Bangsa Arab bangga menggunakan juba sebagai lambang kebesaran suatu bangsa.

Batik sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari matarantai sejarah Nusantara yang pada akhirnya mengerucut kepada Bangsa Indonesia. Batik menjadi legacy yang masih terawat yang sudah diturunkan dari generasi ke generasi dan sampai pada kehidupan Indonesia modern batik tidak tergerus oleh perkembangan zaman atau lapuk dimakan usia.

Batik dalam kacamata  UNESCO

Lahirnya Hari Batik Nasional yang diperingati tanggal dua oktober adalah bagian yang tak terpisahkan dari pengakuan tulus dari lembaga bergensi sekelas UNESCO. Merujuk kepada pemberitaan kompas.com, Pengakuan batik sebagai warisan dunia ini berlaku sejak Badan PBB untuk Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan atau UNESCO, menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity) pada 2 Oktober 2009.

UNESCO menilai bahwa teknik, simbolisme, dan budaya terkait batik dianggap melekat dengan kebudayaan Indonesia. Bahkan, masyarakat Indonesia memaknai batik dari prosesi kelahiran sampai kematian. Selain itu, batik juga menjadi refleksi akan keberagaman budaya di Indonesia, yang terlihat dari sejumlah motifnya.

Tentunya evolusi batik tidak terjadi secara independen, batik berkembang juga diperkaya oleh pengaruh Arab dalam motif hias yang biasa ditemui di seni kaligrafi, pengaruh Eropa dalam bentuk motif bunga, pengaruh China dalam motif phoenix (burung api), hingga pengaruh India dan Persia dalam motif merak. UNESCO mengakui batik sebagai warisan dunia karena memenuhi kriteria, antara lain kaya dengan simbol dan makna filosofi kehidupan rakyat Indonesia. (kompas.com)

#SelamatHariBatikNasional

Tingginya sence of belonging warga Indonesia terhadap batik juga ditunjukan dengan ala kekinian. Selamat Hari Batik Nasional sempat menjadi trending topic oleh warga net menggunakan flatform twitter  yang berhasil mendulang 6647 tweet. Momen yang datang per tanggal dua Oktober itu dijadiakan pesan komunikasi yang disampaikan menggunakan lini massa twitter tentang budaya, peradaban dan segudang keunggulan Indonesia yang disampaikan untuk Dunia.

Indonesia sesungguhnya bukalah Negara yang terlanjur diframingkan oleh media-media barat sebagai Negara yang antitolerasi, banyak teroris dan pencitraan negative lainnya yang sudah disematkan oleh media asing terhadap Indonesia. Melalui lini massa ini Indonesia ingin mengkomunikasikan dengan dunia bahwa kami adalah bangsa yang memiliki peradaban tinggi, menjunjung tinggi perbedaan, salaing menghargai, hidup rukun dan damai dengan berbagai bentuk keyakinan, agama, suku dan budaya. Indonesia lahir menjadi bangsa besar dengan segudang sejarah, segudang prestasi, dan segudang potensi untuk mewujukan Indonesia sebagai pusat ekonomi dunia dan Indonesia adalah pusat kebudayaan dunia. Selamat Hari Batik Nasional, Bangga Pakai Batik.

 

Assyari Abdullah, S.Sos., M.I.Kom.

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Banyak Media Bergantung pada Dana Pemerintah Daerah


dewan-pers-wisnu-prasetya-utomoFoto oleh Wisnu Prasetya Utomo

Untuk pertama kali Dewan Pers merilis Indeks Kemerdekaan Pers. Bengkulu dan Papua Barat menjadi provinsi dengan kebebasan pers terburuk.

Meski sudah berada dalam kondisi bebas sejak Reformasi, tidak semua media mampu memanfaatkan kondisi tersebut untuk menjadi independen dan bebas dari intervensi pihak lain. Salah satu indikasinya, banyak media daerah yang masih tergantung pada sumber dana dari pemerintah daerah untuk operasionalnya.

Kesimpulan tersebut menjadi salah satu faktor yang membuat indeks kemerdekaan pers Indonesia tahun 2015 yang dikeluarkan Dewan Pers berada dalam posisi “agak bebas”, tidak buruk tapi juga tidak baik. “Ketergantungan pada dana dari pemerintah daerah ini membuat media menjadi kurang independen,” ujar anggota Dewan Pers Ratna Komala.

Ratna melanjutkan bahwa indikasi kurang independennya media daerah, meski tak tertulis dan terang-terangan, terlihat dari kecenderungan kesadaran pengelola media di level pengambil keputusan (departemen usaha) untuk menjaga hubungan baik dengan pemberi dana.

Dalam Indeks tersebut, Bengkulu dan Papua Barat menjadi provinsi dengan indeks kebasan pers terburuk.  Banyak faktor yang membuat keduanya menempati skor terendah. Di antaranya adalah persoalan transparansi kepemilikan media dan adanya perusahaan pers yang sangat mendominasi pemberitaan atau penyebaran informasi.

Indeks Kemerdekaan Pers ini sendiri baru diadakan pertama kali oleh Dewan Pers. Tahun ini, ia dilakukan di 24 provinsi seperti di Aceh, Riau, Bengkulu, Maluku, Jawa Timur, dan Papua Barat. Pemilihan 24 provinsi tersebut didasarkan pada rekam jejak aduan masyarakat ke Dewan Pers maupun tingkat kekerasan terhadap wartawan di provinsi tersebut. Selain itu juga di provinsi-provinsi yang pernah timbul konflik.

Untuk periode pertama ini, indeks ini dilakukan dengan menyebar kuesioner ke 303 ahli yang dianggap memahami dunia media. Mereka terdiri dari jurnalis, akademisi, pemerintah daerah, peneliti, dan sebagainya yang diminta untuk memberikan penilaian terhadap kondisi kebebasan di daerah dengan melihat beberapa indikator. Indeks ini juga akan dibuat rutin tahunan.

Ketua Dewan Pers Stanley Adi Prasetyo menyebut bahwa faktor lain yang membuat kemerdekaan pers di Indonesia hanya di wilayah “agak bebas” karena  akses kelompok rentan terhadap media belum terlembaga dengan baik. Kelompok-kelompok masyarakat marginal sulit untuk bisa mengakses media untuk mendapat informasi atau diberi ruang untuk menyuarakan kepentingannya.

“Hak penyandang disabilitas harus diperhatikan media. Kita tahu 2017 akan ada Pilkada serentak di beberapa tempat. Mereka juga butuh mendapatkan pendidikan politik,” ujar Stanley. Ia menyebut bahwa indeks ini menghasilkan rekomendasi yang penting untuk memperbaiki kondisi kebebasan pers ke depan. (REMOTIVI/Wisnu Prasetya Utomo).

Taken From – http://www.remotivi.or.id

Timeline Media Policy in Indonesia


Timeline-Media-Policy-Media-Industry (1)

Taken From : http://www.cipg.or.id